SISTEM
KLIRING DAN PEMINDAHAN DANA ELEKTRONIK DI INDONESIA
1. PRINSIP KLIRING
Kliring (dari Bahasa Inggris “clearing”) sebagai suatu istilah dalam dunia
perbankan dan keuangan menunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat
terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan
kesepakatan tersebut. Kliring sangat dibutuhkan sebab kecepatan dalam dunia
perdagangan jauh lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan guna melengkapi
pelaksanaan asset transaksi. Klorong melibatkan manajemen dari paska
perdagangan pra penyelesaian, ekposur kredit guan memastikan bahwa transaksi
dagang terselesaikan sesuai dengan aturan pasar walaupun pembeli maupun penjual
menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya. Proses kliring
adalah termasuk pelaporan pemantauan marjin risiko netting transaksi dagang
menjadi posisi tunggal, penanganan, perpajakan dan penanganan kegagalan.
Di Amerika, kliring antar bank dilaksanakan melalui
Automated Clearing House (ACH), dimana aturan dan regulasinya diatur oleh
NACHA-The Electronic Payments Association,yang dahulu dikenal dengan nama
National Automated Clearing House Association, serta Federal Reserve. Jaringan
ACH ini akan bertindak selaku pusat fasilitas kliring untuk semua transaksi
transfer dana secara elektronik. Kliring antar bank atas cek dilaksanakan oleh
bank koresponden dan Federal Reserve.
Sistem kliring yang dilaksanakan BI saat ini sudah
dapat berlangsung secara nasional melalui Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI).
Maksudnya, proses kliring baik kliring debet maupun kliring kredit yang
penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Selain itu ada tiga sistem
kliring lain yang lazim dikenal, yakni Sistem manual, Sistem Semi Otomasi, dan
Sistem Otomasi. Kliring manual adalah penyelenggaraan kliring lokal yang dalam
perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring serta pemilihan warkat dilakukan
secara manual oleh setiap peserta kliring. Perhitungan kliring didasarkan pada
warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.
Sedangkan sistem semi otomasi adalah kliring lokal
yang perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan secara otomasi
melalui alat bantu komputer. Namun pemilihan warkat tetap dilakukan secara
manual oleh bank peserta kliring. Sementara sistem kliring lokal yang dalam
perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dan pemilahan warkat dilakukan
secara otomatis dengan bantuan komputer.
· Mekanisme
proses kliring elektronik
Mempersiapkan warkat dan dokumen kliring meliputi
pemisahan warkat menurut jenis transaksinya (warkat debet atau warkat kredit),
pembubuhan stempel kliring dan pencantuman informasi MICR code line baik pada
warkat maupun pada dokumen kliring.
Selanjutnya Bank pengirim merekam data warkat
kliring ke dalam sistem TPK dengan menggunakan mesin reader encoder atau
meng-input data warkat untuk menghasilkan DKE.
Mengelompokkan warkat dalam batch kemudian menyusunnya
dalam bundel warkat yang terdiri dari: BPWD/BPWK; Lembar Substitusi; Kartu
Batch Warkat Debet/Kredit ; Warkat Debet/Kredit.
Mengirimkan batch DKE secara elektronik melalui JKD ke
SPKE di penyelenggara. Fisik warkat dari DKE selanjutnya dikirim ke
penyelenggara untuk dipilah berdasarkan bank tertuju secara otomasi dengan
menggunakan mesin baca pilah berteknologi image.
Peserta dapat melihat status DKE di TPK
masingmasing, apakah pengiriman tersebut sukses atau gagal.
SPKE akan memproses DKE yang diterima
secara otomatis setelah batas waktu transmit DKE berakhir.
Selanjutnya SPKE akan mem-broadcast informasi hasil
kliring kepada seluruh TPK sehingga peserta dapat secara on-line melihat posisi
hasil kliring melalui TPK.
Hasil perhitungan DKE tersebut (Bilyet Saldo Kliring)
selanjutnya dibukukan ke rekening giro masing-masing bank di sistem Bank
Indonesia.
2. INFORMASI PADA CEK DAN
STRUKTUR KODE MIRC
Di dalam chek code ini
terdapat berbagai informasi yyang berkaitan dengan transaksi nasabah. Mulai
dari Paye, Draw e, Draw bank, Drawer Account, Chek number, Amoun, Currency ,
Payee Bank Number, Payee account, Dat, Autorized signature of makers.
Sistem kliring elektronik di Indonesia
Pengertian umum kliring adalah pertukaran warkat atau
data keuangan elektronik antar bank baik atas nama Bank maupun nasabah yang
hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu
tertentu. Penyelenggaraan kliring di Jakarta pada awalnya
dilaksanakan secara manual. Namun dalam perkembangannya, sejalan dengan
meningkatnya transaksi perekonomian nasional khususnya di Jakarta dimana pada
akhir tahun 1989 volume warkat telah mencapai 82.052 lembar warkat perhari
dengan jumlah bank peserta mencapai 613 bank. Hal ini menyebabkan
penyelenggaraan kliring secara manual dirasakan tidak efektif dan efisien lagi
dan suasana pertemuan kliring yang hiruk pikuk sering kali diibaratkan dengan
suasana “pasar burung”.
Melihat kondisi tersebut, Direksi Bank Indonesia
dengan SKBI No. 21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei 1988, kemudian menetapkan untuk
mengubah sistem penyelenggaraan kliring lokal Jakarta dari sistem manual
menjadi sistem otomasi kliring. Meskipun demikian baru pada tanggal 4 Juni 1990
sistem otomasi dapat diimplementasikan untuk memproses kliring
penyerahan. Sementara untuk proses kliring pengembalian tetap dilakukan secara
manual, sampai kemudian pada tahun 1994 diganti dengan sistem semi otomasi yang
kemudian dikenal dengan sebutan SOKL .
Pada tahun 1996 rata-rata volume warkat kliring
Jakarta mencapai 216.911 lembar per hari, dengan pertumbuhahan rata-rata dalam
tiga tahun sekitar 6%. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya tekanan dalam
kegiatan proses warkat kliring baik di bank peserta maupun di Bank Indonesia
karena keterbatasan kemampuan sarana kliring yang ada dibandingkan dengan
peningkatan jumlah warkat kliring. Pada gilirannya hambatan-hambatan tersebut
menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam settlement dan
penyediaan informasi hasil kliring. Hal ini berpotensi mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap bank dan merugikan lembaga lain yang terkait serta
menimbulkan efek negatif berantai (systemic risk)
Sehubungan dengan itu, sesuai acuan pokok pengembangan
sistem pembayaran nasional (Blue Print Sistem
Pembayaran Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi, kerangka
kebijakan dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam menciptakan sistem
pembayaran nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan aman, maka pada
tahun 1996 konsep penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik dengan
teknologi image mulai dikembangkan oleh
Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Pada tanggal 18 September
1998, Bank Indonesia mencatat sejarah baru dalam bidang sistem pembayaran
dimana untuk pertama kalinya di Indonesia diresmikan penggunaan Sistem Kliring
Elektronik (SKE) oleh Gubernur Bank Indonesia, DR. Syahril Sabirin. Penerapan
SKE tersebut dilakukan pada Penyelenggaraan Klring Lokal Jakarta dimana pada
awal implementasi, jumlah peserta yang ikut serta masih terbatas 7 bank peserta
kliring (BRI, BDN, BII, BCA, Deutsche Bank, Standard Chartered, Citibank) dan 2
peserta intern dari Bank Indonesia (Bagian Akunting Thamrin dan Bagian Akunting
Kota). Keikutsertaan kantor-kantor bank dalam Kliring Elektronik dilakukan
secara bertahap sesuai dengan kesiapan teknis masing-masing peserta. Bagi
kantorkantor bank yang belum menjadi anggota Kliring Elektronik, perhitungan
kliring tetap menggunakan sistem kliring otomasi. Implementasi Kliring
Elektronik secara menyeluruh kepada seluruh peserta kliring di Jakarta baru
dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2001.
· Warkat
Warkat merupakan alat pembayaran bukan tunai yang
diperhitungkan melalui kliring. Jenis warkat yang dapat diperhitungkan dalam
kliring adalah :
1. Cek;
2. Bilyet Giro;
3. Wesel Bank Untuk Transfer;
4. Surat Bukti Penerimaan Transfer;
5. Nota Debet; dan
6. Nota Kredit.
· Dokumen
Kliring
Dokumen kliring merupakan dokumen kontrol dan
berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan kliring yang terdiri dari
:
1. Bukti Penyerahan
Warkat Debet – Kliring Penyerahan (BPWD).
2. Bukti Penyerahan
Warkat Kredit – Kliring Penyerahan (BPWK).
3. Kartu Batch
Warkat Debet.
4. Kartu Batch
warkat Kredit.
5. Lembar
Subsitusi.
3. SISTEM KLIRING ELEKTRONIK DI INDONESIA
Setiap warkat dan dokumen kliring yang digunakan wajib
memenuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain meliputi
kualitas kertas, ukuran, dan rancang bangun. Setiap pembuatan dan pencetakan
warkat dan dokumen kliring untuk pertama kali dan atau perubahannya oleh
peserta wajib memperoleh persetujuan secara tertulis dari Bank Indonesia Dalam Kliring
Elektronik, agar data pada warkat dan dokumen kliring dapat dibaca oleh mesin
baca pilah yang ada di Penyelenggara maka warkat dan dokumen kliring tersebut
wajib dicantumkan Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line. MICR
adalah tinta magnetic khusus yang dicantumkan pada clear band yang merupakan
informasi dalam bentuk angka dan symbol.
· Penyelenggara
Kliring
Siklus Kliring Nominal Besar, terdiri dari :
1. Kliring
Penyerahan Nominal Besar.
2. Kliring
Pengembalian Nominal Besar Kedua kegiatan kliring tersebut dilakukan pada hari
yang sama.
Siklus Kliring Ritel, terdiri dari :
1. Kliring
Penyerahan Ritel.
2. Kliring
Pengembalian Ritel Kedua kegiatan kliring tersebut dilakukan pada tanggal yang
berbeda yaitu kegiatan kliring pada huruf b dilakukan pada hari kerja
berikutnya setelah kegiatan kliring pada huruf a dilaksanakan.
4. BANK INDONESIA
REAL TIME GROSS SETTLEMENT (BI-RTGS)
Untuk mendukung efektifitas implementasi kebijakan
moneter dan untuk mempercepat pemulihan industri perbankan, kebijakan system
pembayaran akan diarahkan untuk mempercepat pengembangan dan implementasi suatu
system pembayaran yang efisien, akurat, aman, dan konsisten melalui peningkatan
kualitas layanan. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah melalui
implemnetasi Real Time Gross Settlement System (BI-RTGS) yang sudah dimulai
sejak 17 November tahun 2000 di Jakarta. Tujuan RTGS:
1. Memberikan
pelayanan sistem transfer dana antar peserta, antar nasabah peserta dan pihak
lainnya secara cepat, aman, dan efisien.
2. Memberikan
kepastian pembayaran.
3. Memperlancar
aliran pembayaran (payment flows).
4. Mengurangi
resiko settlement baik bagi peserta maupun nasabah peserta (systemic risk).
5. Meningkatkan
efektifitas pengelolaan dana (management fund) bagi peserta melalui
sentralisasi rekening giro.
6. Memberikan
informasi yang mendukung kebijakan moneter dan early warning system bagi
pengawasan bank.
7. Meningkatkan
efisiensi pasar uang.
Sumber :
http://wahyudirm.wordpress.com/2013/06/28/8-sistem-kliring-dan-pemindahan-dana-elektronik-di-indonesia/